Pertemuan Trump–Putin dan Nasib Ukraina: Perdamaian atau Pengorbanan?
Bahaya Diplomasi Tanpa Suara Ukraina
Pertemuan antara Presiden Trump dan Presiden Putin di Alaska menuai kritik karena tidak melibatkan Ukraina—sebuah langkah kontroversial yang dikhawatirkan mengabaikan nasib rakyat Ukraina. Pemimpin Ukraina dan sekutu Eropa tegas menolak solusi damai yang dijalin tanpa kehadiran Kyiv, menegaskan bahwa perdamaian tanpa suara Ukraina adalah tanpa legitimasi; dan menekankan kebutuhan hak rakyat Ukraina untuk berunding atas nasibnya sendiri.
Presiden Zelenskyy juga berulang kali menyampaikan bahwa setiap kesepakatan tanpa keterlibatan Ukraina semata-mata akan menguntungkan Rusia—marginalisasi pihak paling terdampak. Pendekatan seperti ini berisiko menghasilkan “damai yang dipaksakan”, bukan damai yang adil.
Risiko “Land Swap”: Ceasefire atau Nekat Mengorbankan?
Isu “land swap”—pertukaran wilayah antara Ukraina dan Rusia—muncul sebagai opsi cepat menuju penghentian konflik. Namun, banyak pengamat memperingatkan bahwa ide semacam itu mengandung konsekuensi brutal: jutaan orang terancam mengungsi, infrastruktur hancur, dan legitimasi internasional tercemar—semua demi memilih “cepat selesai”.
Peneliti dan pakar sejarah membandingkannya dengan perjanjian Munich 1938, yang pada akhirnya menjadi penanda pasrah tanpa perlawanan dan memicu tragedi duniawi. Kini, dunia memperingatkan agar pemimpin tak mengulangi kesalahan serupa—sejarah boleh jadi pelajaran, bukan model.
Apresiasi Diplomasi – Tapi Butuh Proses Lebih Dalam
Meskipun begitu, ada harapan. Pertemuan ini dianggap sebagai titik awal diplomasi, simbol bahwa dua kekuatan dunia siap bertemu di tengah medan perang. Trump sendiri menyebutnya sebagai langkah awal untuk melihat apakah Putin terbuka untuk kompromi.
Namun semua pihak, khususnya Amerika Serikat melalui sekretaris negara Marco Rubio, menekankan bahwa perdamaian yang tahan lama butuh waktu, keamanan yang kuat, dan proses kompleks—bukan keputusan instan lewat konferensi kilat.
Penutup
Pertemuan Trump–Putin dan nasib Ukraina menghadapkan dunia pada pilihan besar: apakah ingin perdamaian yang nyata—dengan Ukraina di kursi utama pembicaraan—atau sekadar kompromi geopolitik yang mengorbankan integritas bangsa. Diplomasi sejati menuntut inklusivitas, keadilan, dan keberanian mempertahankan hati nurani, bukan sekadar menyudahi konflik.
Mari harapkan agar akhirnya bukan pengorbanan, tapi solusi yang sebenarnya—adalah hadiah sejati dari diplomasi bermartabat.