Momen Pasha Ungu Diam saat Semua DPR Joget Menuai Simpati Publik

wartalokal.com – Pada peringatan Sidang Tahunan MPR RI yang digelar Jumat, 15 Agustus 2025, suasana penuh euforia tercipta saat para anggota DPR kembali ke ruang sidang usai acara resmi dan bersorak sambil berjoget mengikuti alunan lagu daerah Gemu Fa Mi Re—sebuah tradisi apresiasi budaya oleh lawan penonton. Banyak yang menangkap momen tersebut sebagai wajar relaksasi, termasuk penjelasan pimpinan DPR bahwa joget itu spontan dan tak mengganggu jalannya sidang inti.

Namun, di tengah riuhnya suasana, satu figur tampil mencolok karena sikapnya yang berbeda: Sigit Purnomo Said atau Pasha Ungu. Sang musisi-politikus memilih untuk tetap tenang, duduk di kursinya tanpa ekspresi—kontras dengan rekan artisnya Eko Patrio dan Uya Kuya yang ikut berjoget.

Sontak, ketenangan Pasha ini jadi sorotan warganet. Banyak komentar sosial media menyebut dia sebagai sosok yang “tahu diri”, dihargai karena tidak larut dalam euforia saat isu ekonomi dan tunjangan anggota DPR sedang memicu kritik publik.

Dipuji Netizen sebagai Sikap Tepat di Tengah Kritik terhadap DPR

1. Simbol Empati pada Situasi Rakyat

Di tengah sorotan video anggota DPR berjoget ria, publik menyorot Pasha sebagai simbol empati. Komentar seperti “Terima kasih untuk yang tidak berjoget di atas penderitaan rakyat” dan “Tetap jadi orang baik ya Aa” menjadi tanda pengakuan apresiatif.

2. Pengingat Profesionalisme Politik

Sikap Pasha menunjukkan wibawa dalam ruang kenegaraan—seolah memberi pesan bahwa tidak segala momen perlu dirayakan berlebihan, apalagi di tengah isu serius seperti tunjangan rumah Rp50 juta per bulan.

3. Reaksi Pimpinan DPR dan Analisis Netral

Wakil Ketua DPR Adies Kadir membela joget sebagai ekspresi spontan setelah sidang resmi usai. Dia meyakini tidak menciderai tugas legislatif. Namun warganet melihat Pasha sebagai representasi netral yang lebih menghargai momentum kenegaraan.

Implikasi Sikap Politikal: Antara Relaksasi dan Etika Publik

1. Sensitivitas terhadap Isu Fiskal

Sidang tahunan terjadi bertepatan dengan polemik tunjangan perumahan anggota DPR senilai Rp50 juta. Di saat ini, euforia joget dianggap tak peka. Sikap Pasha yang diam seolah menjadi cermin ideal—memilih tindakan yang tak menambah kontroversi publik.

2. Menunjukkan Wewibawaan dalam Symbol Kenegaraan

Sikapnya menciptakan momen “protes diam” sekaligus mempertahankan marwah lembaga publik. Pendekatan ini bisa jadi ilustrasi politik instrospektif dan elegan yang menghormati acara formal.

3. Ketegangan antara Humanisasi dan Formalitas

Anggota DPR yang berjoget mungkin mencerminkan sisi manusiawi—lebih santai dan bersahabat. Namun publik menyoroti bahwa politik juga butuh penghormatan pada momen formal. Pasha berhasil menyampaikan keseimbangan antar keduanya dengan sikap tenang.

Penutup

Kesimpulan dari Sikap Kontras Pasha Ungu

Saat banyak anggota DPR menikmati euforia joget seusai Sidang Tahunan MPR, Pasha Ungu memilih diam dan tegas. Sikap ini dibalas dengan pujian warganet sebagai simbol empati, integritas, dan kewibawaan. Sosok seperti ini dianggap mewakili harapan publik akan representasi politik yang semakin dekat namun bersahaja.

Harapan untuk Politik yang Lebih Santai Tapi Tetap Penuh Hormat

Semoga momentum ini jadi inspirasi bagi politikus lain: tidak melulu harus spektakuler, tapi cukup hadir dengan sikap yang sopan dan penuh empati terhadap rakyat. Dalam era yang menuntut respon cepat, terkadang keheningan menjadi suara paling lantang.