Memaknai Kehadiran Prabowo di Parade Militer China: Diplomasi atau Simbol Strategis?
wartalokal.com – Presiden Prabowo Subianto menghadiri parade militer besar-besaran di Beijing pada 3 September 2025—acara peringatan 80 tahun kemenangan dalam Perang Rakyat China melawan Jepang. Momen ini menorehkan halaman penting dalam diplomasi Indonesia ebagai negara dengan politik luar negeri “bebas‑aktif”. Namun, kehadirannya menuai beragam interpretasi—mulai dari sinyal diplomatik hingga kritik atas timing-nya di tengah kerusuhan domestik.
Konteks Kunjungan di Tengah Ketegangan Dalam Negeri
Menurut laporan, Prabowo sempat membatalkan kunjungan karena kerusuhan di Indonesia—tribunal atas kemarahan publik terhadap polisi dan elite politik. Namun, atas “undangan khusus” dari Xi Jinping, ia akhirnya tiba di Beijing, duduk sejajar dengan Putin, Xi, dan Kim Jong-un—menggambarkan ruang dialog langsung meski dihadapkan dengan krisis di dalam negeri.
Momentum ini memperkuat narasi bahwa Indonesia mencoba menjaga momentum diplomatik global meski sedang bergejolak. Namun beberapa pihak menilai ini sebagai pengabaian terhadap pertanggungjawaban domestik saat negara dilanda konflik sosial serius—dimana setidaknya 10 orang kehilangan nyawa.
Simbol Diplomasi Bebas-Aktif di Tengah Perang Blok Global
Diplomat senior menyampaikan bahwa hadirnya Prabowo di rombongan terdiri dari pemimpin negara-negara global, memberi sinyal kuat bahwa Indonesia tetap mengedepankan keseimbangan dalam dinamika geopolitik yang memanas, khususnya persaingan AS-China.
Menurut analisis, Beijing pun menafsirkan kehadiran Prabowo sebagai tanda pengakuan atas posisi strategis RI di Asia Tenggara. Ini bukan penugasan memihak, namun refleksi praktik politik luar negeri yang bersifat inklusif tanpa terjebak dalam tekanan blok kekuatan besar.
Pilihan Posisi & Foto Bersama: Apa Arti Simboliknya?
Kehadiran Prabowo dalam barisan depan bersama Putin dan Xi pada podium kehormatan jadi pusat perhatian publik. Foto itu bukan hanya visual diplomasi, tapi juga bahan analisis politik—seolah menyatakan bahwa Indonesia adalah ‘mitra sejajar’ di tingkat global, bukan pengikut.
Narasi global juga mencatat bahwa Indonesia turut hadir sebagai bagian dari forum Global South yang memperkuat diplomasi multipolar. Kehadirannya tunjukkan solidaritas antar negara di luar blok Barat.
Tantangan Diplomatik Selama Krisis Domestik
Kebijakan buukan tanpa risiko. Banyak kritik muncul karena kunjungan ini dianggap mengabaikan situasi dalam negeri—protes meluas, krisis sosial, korban jiwa. Pemilihan waktu ini dinilai bisa memperlemah citra leadership domestik dan hak demokrasi publik.
Tetapi pemerintah menegaskan bahwa hubungan strategis dengan China punya urgensi jangka panjang—dan kunjungan ini bukan simbol kelemahan, melainkan upaya tetap terlibat dalam dinamika global.
Penutup – Diplomasi di Era Ketidakpastian: Mana Prioritas?
Kehadiran Prabowo di parade militer China bisa dimaknai multi sisi: sebagai simbol keseimbangan diplomatik, sebagai penegas semangat politik bebas-aktif, dan sekaligus tantangan etika dalam konteks krisis domestik.
Ketika bangsa bergolak, pilihan pemimpin untuk hadir di panggung global adalah statement: Indonesia memilih dialog dan keterlibatan, bukan pengasingan. Namun, kembali jadi pertanyaan—apakah simbol kekuatan ini sebanding dengan kebutuhan mendengarkan rakyat?