Kronologi Viral—Video Joget Uya Kuya di DPR dan Reaksi Publik

wartalokal.com – Kasus bermula ketika video Uya Kuya berjoget di ruang rapat DPR menyebar luas, disertai narasi kontroversial seperti “gaji Rp3 juta per hari itu gede”. Video ini memicu kemarahan publik karena dianggap tidak sensitif di tengah isu ekonomi rakyat.

Uya awalnya menanggapi lewat dua video klarifikasi (24 dan 27 Agustus 2025) di akun Instagram pribadinya. Dalam klarifikasinya, ia menyatakan bahwa video yang viral merupakan video lama dan sengaja diedit agar terlihat seperti tanggapan atas isu terbaru. Penampilannya yang berbeda, seperti gaya rambut yang kini pendek, menjadi bukti bahwa video tersebut dibuat jauh sebelumnya.

Rasa frustrasi muncul karena narasi palsu ini dianggap memperkeruh suasana. Uya menegaskan bahwa ia sama sekali tidak bermaksud meledek masyarakat—video tersebut hanya diolah ulang tanpa izin dan tanpa konteks yang original.

Permintaan Maaf dan Klarifikasi Terbaru dari Uya Kuya

Setelah dua video klarifikasi, pada 28 Agustus 2025, Uya Kuya secara resmi meminta maaf atas polemik yang timbul.

Ia menyampaikan, “Bukan pembelaan diri, bukan pembenaran, tapi bercerita sebenar-benarnya tanpa dikurangi, tanpa dilebih-lebihkan.” Tujuannya jelas: meredakan ketegangan, sekaligus mendidik publik untuk lebih jeli dalam menerima konten media sosial.

Tak hanya itu, Uya menekankan pentingnya klarifikasi berbasis fakta. Ia menyampaikan bahwa video klarifikasi itu sendiri adalah video lama, bukan respons terhadap isu viral, seperti dibingkai oleh pihak tertentu.

Ia juga mengatakan bahwa kritik diterimanya secara legowo. Namun, ia menolak narasi yang memperlihatkan dirinya sebagai tidak sensitif atau meledek. Permintaan maaf ini dilontarkannya bukan karena ia merasa bersalah, melainkan untuk menjaga ketenteraman publik.

Reaksi Publik dan Dampak Media Sosial

1. Publik Tetap Skeptis

Meskipun sudah klarifikasi, banyak warganet masih meragukan ketulusan pernyataan Uya. Banyak yang mempertanyakan kenapa Uya berjoget—meski video lama—di ruang rapat formal DPR.

2. Pembelajaran soal Hoaks

Kasus ini kembali menyorot betapa cepatnya informasi hoaks menyebar dan membentuk persepsi tanpa verifikasi. Narasi palsu jadi senjata ampuh untuk memperkeruh diskusi publik.

3. DPR sebagai Lembaga Penikmat Konten?

Respons Uya bahwa “Kita DPR, tapi kita juga artis” memicu refleksi: di era digital, batas antara publik figur, hiburan, dan pelaku hukum menjadi semakin tipis, bahkan saat berada di ruang legislatif.

Uya Kuya dalam Perspektif—Artis, Politisi, dan Persona Digital

1. Identitas Majemuk

Uya bukan hanya politisi, tapi juga entertainer. Aksi joget—meski dikritisi—adalah refleksi pola modern ‘content creation’ di mana politisi juga tampil untuk engagement digital.

2. Etika dan Konteks Formal

Etika muncul jadi isu besar: apa relevansi joget dalam ruang rapat formal? Kesimpangsiuran konten digital dan posisi kehormatan menjadi gunting dalam lipatan politik.

3. Tanggung Jawab Sosial

Sebagai figur publik, Uya punya tanggung jawab lebih besar. Celakanya, konten lama pun bisa dipakai sebagai senjata opini. Ini menunjuk pada pentingnya ‘kompetensi digital’ bagi wakil rakyat.

Penutup—Refleksi, Klarifikasi, Pembelajaran Digital

“Uya Kuya minta maaf joget di DPR viral”—Bukan hanya soal permintaan maaf
Permintaan maaf Uya adalah tanda bahwa media sosial bisa jadi pedang bermata dua. Klarifikasi perlu disampaikan cepat, tapi pentingnya literasi digital masyarakat juga menjadi sorotan utama.

Menuju Kritis & Verifikasi
Kasus ini semoga jadi titik balik: masyarakat jadi lebih kritis, tidak mudah menyebarkan konten hoaks. Dan politisi, seperti Uya, diharap bisa memilih narasi yang relevan di ruang formal, meski tetap kreatif di dunia digital.