Momen Sejarah – Pelita Air Terbang Pakai Bahan Bakar dari Minyak Jelantah
wartalokal.com – Pelita Air mencetak sejarah baru di dunia penerbangan Indonesia: pesawat komersial rute Jakarta–Bali memakai Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang sebagian besar diolah dari minyak goreng bekas (UCO). Ini bukan sekadar inovasi, melainkan titik balik dalam upaya pengurangan jejak karbon di sektor aviasi nasional.
Kementerian ESDM mengontekstualisasikan langkah ini dalam program Asta Cita Presiden, yakni mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi. Pemanfaatan jelantah sebagai bahan bakar pesawat jadi simbol bahwa energi bersih dan terbarukan bisa lahir dari limbah rumah tangga.
Bioavtur SAF ini telah melewati standar nasional dan internasional—termasuk ASTM D1655 dan DefStan 91-091—memastikan keamanan dan performa setara Avtur biasa.
Awal Langkah: Dari Uji Coba hingga Penerbangan Komersial
Sejarah pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar pesawat dimulai sejak 2021 lewat kolaborasi antara Pertamina dan ITB. Saat itu, uji coprocessing UCO dilakukan untuk pesawat militer CN235 dan diulang untuk Boeing 737 milik Garuda pada 2023.
Pada 12 Agustus 2025, pertanda era baru muncul ketika Pertamina Kilang RU IV Cilacap melakukan lifting perdana SAF sebanyak 32 kiloliter, menorehkan langkah awal skala industri. Kilang Cilacap bahkan punya kapasitas produksi hingga 1.200–1.400 kiloliter per hari, dengan campuran UCO 2–3%.
Dengan pencapaian ini, Indonesia berhasil mengawali penerbangan komersial SAF pertama di Asia Tenggara.
Ekosistem Berkelanjutan – Dari Komunitas ke Langit
Demi memastikan pasokan bahan baku UCO, Pertamina menggandeng masyarakat via 25 titik kumpul di SPBU dan asosiasi pengumpulan. Warga masyarakat dapat ikut menyetorkan minyak jelantah sekaligus mendapat insentif kecil.
Lebih dari itu, pertamina aktif mengembangkan ekosistem hulu-hilir, mulai dari pilot di Cilacap hingga ekspansi ke kilang Dumai dan Balongan, serta sertifikasi sustainability seperti ISCC dan CORSIA.
Dampak Lingkungan & Ekonomi – Mengurangi Emisi, Sambung Ekonomi Sirkular
Penggunaan SAF dari jelantah mampu mengurangi emisi karbon hingga 84% dibanding avtur fosil. Angka ini bukan sekadar wacana, melainkan aksi nyata toward Net Zero Emission 2060.
Ekonomi sirkular juga terbentuk: minyak bekas jadi bahan bakar, warga berpartisipasi, dan muncul peluang ekonomi baru dari pengumpulan jelantah.
Tantangan & Potensi Ke Depan
Meskipun berbasis limbah, produksi bioavtur masih terbatas dan relatif mahal. Pengamat mencatat, tanpa pengembangan infrastruktur dan subsidi, maskapai sulit beralih SAF secara luas—ada kemungkinan harga tiket meningkat.
Tantangannya adalah memastikan pasokan terus tersedia, biaya terkontrol, dan penggunaan massal tidak menjungkir tarif penerbangan. Jika berhasil, Indonesia bisa jadi regional hub SAF di ASEAN.
Penutup
Kesimpulan
Indonesia mencetak sejarah lewat Pelita Air yang menggunakan SAF dari minyak jelantah untuk terbang komersial pertama—langkah nyata menuju aviasi bersih. Dengan dukungan infrastruktur, regulasi, dan partisipasi publik, SAF bisa jadi masa depan penerbangan nasional.
Harapan
Semoga inovasi ini bukan sekadar proyek simbolik. Dengan potensi besar, Indonesia punya peluang menaruh SAF domestik ke peta energi global, dan wujudkan aviasi yang bersih, adil, dan berkelanjutan.