Buntut Panjang Isu Opang di Tangsel Setop Paksa Ojol Bawa Penumpang: Korban Trauma, Polisi Turun Langsung

wartalokal.com – Tangerang Selatan, 19 Agustus 2025 – Video aksi premanisme oleh pengemudi ojek pangkalan (opang) yang menghentikan paksa pengemudi ojek online (ojol) saat menjemput penumpang di depan Stasiun Pondok Ranji menghebohkan jagat daring. Penumpang dipaksa turun, kunci motor dirampas, dan akhirnya korban trauma. Kini kasus ini sedang digarap polisi secara serius, dengan pelaku diamankan dan proses hukum berjalan.

Detik-detik Kekerasan Opang di Pondok Ranji

Pada Sabtu, 16 Agustus 2025 sekitar pukul 15.00 WIB, FX—seorang opang—melihat pengemudi ojol menjemput penumpang di area yang dianggap wilayah opang. Ia langsung menghampiri, mencabut paksa kunci motor ojol, dan memaksa penumpang, seorang perempuan, untuk turun. ([turn0search0]; [turn0search6])

Dalam video amatir yang kemudian viral, korban yang terburu-buru hendak ke rumah sakit menyebut diunggah melalui akun Instagram @tangsel_update. Ia tampak syok dan bingung setelah dipaksa naik opang dengan tarif dua kali lipat—situasi ini membuat publik geram.

Penumpang yang terheran-heran pun patuh demi membebaskan driver ojol, walau ongkos menjadi lebih mahal. Sementara driver ojol sempat rebut kunci motor dan terlibat cekcok dengan pelaku. Kejadiaan ini terekam jelas dalam video viral.

Polisi Segera Tindak—Pelaku Diamankan, Saksi Dipanggil

Begitu video viral tersebar, Polsek Ciputat Timur langsung bergerak cepat. Firdiansyah (43), oknum opang diduga cari gaduh, berhasil ditangkap pada Minggu, 17 Agustus 2025 pukul 14.00 WIB. Kini pelaku ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana pemerasan disertai kekerasan. ([turn0search3]; [turn0search4])

Kapolsek Bambang Askar Sodiq menegaskan bahwa premanisme tidak boleh ada ruang hidup. Polisi telah menggali keterangan dari korban, saksi, dan operator ojol. Mereka juga mengundang tokoh setempat seperti RT/RW, camat, dan manajer KAI Pondok Ranji untuk menelusuri adanya dugaan kesepakatan tertulis atau tidak antara opang dan ojol.

Langkah ini dilakukan untuk memastikan tidak ada praktik serupa terulang, serta menegakkan keamanan dan ketertiban umum. Masyarakat diimbau tak ragu melapor jika menemukan aksi sejenis.

Dampak Sosial dan Psikologis Aksi Premanisme

Korban—yang terpaksa turun dari ojol saat tengah terburu ke rumah sakit—dilaporkan mengalami trauma, apalagi situasinya dipaksa dan dirasa tak adil. Reaksi publik pun beragam: kebanyakan menyayangkan tindakan arogan tersebut karena mengancam nyawa dan kesehatan korban. Tarif dikenakan dua kali lipat juga dinilai tidak manusiawi. ([turn0search8])

Perwakilan ojek online menyatakan pentingnya keadilan dan perlindungan bagi driver. Mereka juga berharap adanya titik jemput yang jelas, supaya lokasi-lokasi strategis seperti stasiun tidak jadi zona konflik sengit antara opang dan ojol. Situasi seperti ini merusak citra transportasi publik yang selama ini dijaga demi kemudahan mobilitas masyarakat.

Upaya Rekonsiliasi dan Pencegahan Konflik Ojol-Opang

Kasus ini mengingatkan kita pada peristiwa sebelumnya di Stasiun Tigaraksa, di mana omset ojol dan opang sempat ricuh karena wilayah jemput yang tumpang tindih. Namun mediasi berhasil membuahkan kesepakatan: zona steril di depan stasiun, dan ojol boleh menjemput hanya untuk kebutuhan khusus atau cuaca buruk.

Ini jadi pelajaran bahwa ketika tidak ada regulasi atau komunikasi yang jelas antara pihak, gesekan bisa memicu insiden. Pemerintah daerah dan pengelola stasiun perlu menetapkan aturan yang inklusif agar ojek online dan pangkalan bisa berdampingan tanpa konflik.

Penutup

Inti Insiden Opang Setop Ojol — Ancam Kenyamanan & Keselamatan

  • Opang mencabut kunci motor ojol dan memaksa penumpang turun di depang Stasiun Pondok Ranji.

  • Korban trauma, penumpang menyerah bayar dua kali lipat karena situasi darurat.

  • Polisi tanggap cepat: pelaku ditangkap, saksi diperiksa, dan premanisme ditekan.

Harapan Masyarakat: Pengaturan Jemput Penumpang yang Adil dan Aman

Semoga kejadian ini jadi momentum evaluasi serius kebijakan transportasi di stasiun. Dibutuhkan titik jemput resmi, sosialisasi aturan, serta mediatori rutin antara ojol, opang, pemerintah, dan pengelola stasiun. Semua demi mobilitas yang aman, adil, dan tertata — tanpa kompromi pada hak penumpang atau kesejahteraan driver.